Jumat, 6 Oktober 2023
Bar. 1:15-22; Mzm. 79:1-2,3-5,8-9; Luk. 10:13-16.
"Keberadaan total seseorang adalah mendengarkan," demikian kata M.Basil Pennington dalam "True Self False Self: Unmasking the Spirit Within." Seperti telinga mendengarkan suara, mata mendengarkan warna, dan mulut mendengarkan segala rasa.
Kalau mendengarkan itu begitu esensial untuk hidup, betapa celakanya orang yang tidak mau mendengarkan. Apalagi, ketika manusia tidak mau mendengarkan Tuhan.
Kitab Barukh mewartakan tentang sikap bangsa Israel yang tegar hati dan tidak mau mendengarkan Tuhan yang Mahaadil. Mereka menanggung akibat buruknya. Dalam pembuangan di Babilonia, mereka sempat merefleksikan sikap mereka itu (Barukh 1:15-22).
Pengalaman dari leluhur kaum Israel itu rupanya tidak mengubah sikap mereka yang sulit mendengarkan. Bait pengantar injil mengajak orang untuk mendengarkan. "Hari ini dengarkanlah suara Tuhan, dan janganlah bertegar hati" (Mazmur 95:8).
Yesus juga menghadapi orang-orang yang tidak mau mendengarkan. Meski di Khorazim dan Betsaida ada begitu banyak mukjizat, mereka tidak mau melihat (Lukas 10:13). Walhasil, mereka tidak bertobat dan menjadi percaya. Karena itu, celakalah mereka.
Walaupun banyak orang menolak untuk mendengarkan, Yesus tetap mengutus para murid-Nya. Lebih dari itu, Dia menegaskan bahwa barang siapa menolak mereka berarti menolak Yesus (Lukas 10:16).
Ini menegaskan bahwa tugas perutusan itu tidak tergantung pada didengarkan atau tidak. Tugas mewartakan injil itu tergantung pada Tuhan yang mengutus. Jadi, semua rintangan tidak boleh membatalkan tugas perutusan itu.
Betapa bersyukur orang yang mau pergi mewartakan, karena menghadirkan Tuhan. Banyak tantangannya, namun berlimpah-limpah-limpah pula berkatnya. Mereka mesti mampu menundukkan semua hambatan dari orang-orang yang mendengarkan.